- 12 December 2022
- smkqueenalfalah
- 0 Comments
- Pena Sang Guru
KARTINI MASA KINI: SEBUAH RENUNGAN EMANSIPASI
Siapa yang tidak kenal Kartini, beliau adalah tokoh pahlawan perempuan yang terlahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879. Untuk itu setiap tanggal 21 April telah ditetapkan sebagai Hari Kartini oleh Presiden Soekarno untuk mengenang jasa-jasanya yang sudah membebaskan perempuan dari kungkungan ketidakadilan gender. Ketidakadilan yang membedakan perempuan dengan laki-laki. Laki-laki selalu diutamakan sedangkan perempuan diperlakukan semena-mena oleh kaum laki-laki, baik itu dari segi pendidikan, pekerjaan maupun jabatan. Ironis memang, perempuan dahulu hanya dibutuhkan ketika diranjang, dapur dan sumur. Namun, hal itu sudah terlampaui berkat jasa-jasanya yang membantu pembebasan perempuan agar setara dengan laki-laki telah berhasil. Banyak perempuan yang sudah mengenyam bangku pendidikan, tidak ada pembatasan perempuan untuk meraih prestasi. Pendidikan yang tinggi banyak melahirkan perempuan yang memiliki jabatan di atas laki-laki. Kuat benar emansipasi yang telah ditorehkan oleh pahlawan bangsa yang satu ini. Kalimat pada judul buku “Habis Gelap Terbitlah Terang (Door Duisternis tot Lich) adalah kalimat yang telah membawa kemerdekaan bagi perempuan pada waktu itu.
Dengan keadaan Indonesia saat ini, masih bisakah kalimat “habis gelap terbitlah terang” dikumandangkan dengan bangga oleh para perempuan apabila setiap peringatan Hari Kartini mayoritas mengadakan perlombaan yang berbau dengan perempuan. Seperti lomba memasak, peragaan busana yang sesuai dengan baju adat masing-masing daerah, lomba merias wajah, dan sebagainya. Bukankah dari lomba-lomba tersebut hanya akan memperlihatkan sejatinya kebiasaan seorang perempuan yang habitusnya merias diri serta memasak. Jika memang makna emansipasi sudah ditelaah dengan benar oleh kaum perempuan, seharusnya mereka mengadakan lomba yang dapat memperlihatkan kesetaraan antara perempuan dengan laki-laki bukan sebaliknya.
Kalau saja Kartini masih hidup mungkin ia akan menangis melihat kartini-kartini generasi penerusnya yang tidak mampu memaknai serta menjalankan emansipasi yang sebenarnya. Emansipasi yang diperjuangkan oleh Kartini merupakan suatu pembebasan untuk dapat mengenyam pendidikan layaknya laki-laki, pembebasan untuk menyetarakan hak-hak yang diperoleh oleh laki-laki juga diperoleh perempuan, tidak ada perbedaan dikeduanya kecuali kodrat gender sebagai seorang laki-laki dan perempuan.
Lalu bagaimana dengan kartini sekarang, mungkin apabila melihat kartini yang sekarang Beliau akan menulis surat kembali kepada teman-temannya itu, bagaimana tidak sesama perempuan sulit untuk menghargai sesamanya. Lihat saja kasus-kasus kriminal dengan pelaku seorang perempuan. (10/9) malam seorang gadis remaja 19 tahun dibekuk polisi di Condet, Jakarta Timur karena kasus perdagangan bayi melalui akun instagram. Uci Wulandari mempromosikan bayi anak dari artis Ruben Onsu, Ayu Ting Ting, Gading Marten serta Raffi Ahmad. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol M Iqbal mengatakan “saat ini tersangka masih diperiksa untuk mendalami motif mempromosikan penjualan bayi artis tersebut, apakah iseng-iseng saja atau bukan.” Hal yang demikian bukankah hanya menunjukkan kartini yang sudah kehilangan nalurinya sebagai seorang ibu untuk senantiasa menjaga serta mengayomi anaknya dengan penuh kasih sayang.
Kemudian kasus prostitusi online, Jumat Mei 2015 menjadi hari nahas bagi Robbie Abbas atau RA. Bisnis prostitusi online yang telah dimulainya sejak tahun 2012, harus berakhir pada malam itu dengan penangkapan yang dilakukan satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta dan telah menyeret beberapa nama artis perempuan sebagai pelaku prostitusi. Salah satunya artis berinisial AA dan dilanjutkan dengan NM yang memasang tarif 120 juta per malam. Mungkin Kartini akan sedih melihat sahabatnya sesama kaum perempuan tidak bisa menjaga kehormatannya hanya demi sebongkok uang. Bukankan pekerjaan yang lebih mulia masih banyak. Mungkinkah karena sudah bebas seorang perempuan bebas pula melakukan pekerjaan yang melanggar syariat agama.
Selasa (8/9), Nurhayani pasrah dan mengakui semua perbuatannya. Dia otak pelaku sekaligus yang merencanakan pembunuhan Armansyah, suaminya yang sudah belasan tahun telah menikahinya. “Ia sudah mengakuinya, motifnya istri merasa dendam kepada korban yang kerap berlaku kasar kepadanya. Dan, atas pengakuannyan itu kita membawanya ke polisi untuk memberikan keterangan yang sebenarnya,” ungkap penasihat hukum Nurhayani, Ridwan Rungkuti, SH. MH. Seorang wanita yang telah bersuami seharusnya bisa mengayomi suaminya dan dapat bekerja sama untuk bertukar pikiran. Bukan membunuh orang yang telah menafkahinya, dimanakah letak rasa menghargai seorang suami oleh kartini seperti ini.
Kartini telah memperjuangkan emansipasi agar perempuan mampu mengayomi laki-laki dan tidak menghindari fitrahnya sebagai seorang ibu yang dapat mendidik serta melindungi anaknya. Dengan sederet kasus yang banyak menyeret perempuan mulai dari kasus pencabulan, prostitusi, kekerasan fisik maupun psikis menandakan bahwa emansipasi belum sepenuhnya berada pada pihak perempuan dan memperlihatkan cita-cita Kartini yang belum terwujud.
Hal-hal seperti ini seharusnya dapat dijadikan sebagai renungan oleh kita para kartini penerus bangsa, emansipasi yang sudah susah payah diperjuangkan oleh R.A Kartini janganlah disia-siakan bahkan ditelan mentah-mentah. Kalau sudah seperti ini selogan yang telah memerdekakan perempuan “Habis Gelap Terbitlah Terang” mungkin akan beliau ganti dengan kalimat “Habis Gelap Terbitlah Gelap” karena emansipasi yang kebablasan menyebabkan perempuan bebas untuk mengabaikan fitrahnya sebagai seorang perempuan. Mungkin Kartini akan menyesal atas emansipasinya.
Penulis : Putri Nita Wulandari, S.Hum Guru Bahasa Indonesia SMK Queen Al Falah email: putriwulandari18@guru.smk.belajar.id
Leave a Comment